TANJUNGPINANGHTODAY.co - Desa Giyono, sebuah desa dari 13 desa di Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sebagian besar mata pencaharian petani dan memeluk agama Islam.
Sisi lain dari Desa Giyono Temanggung adalah masyarakat majemuk yang sebagian masyarakat terdiri berbagai kelompok sosial-budaya
Baca Juga: Kelemahan Kata Sandi Google, Tidak Miliki Banyak Fitur dan Enkripsi Data Otomatis
Selain itu, warganya sebagian menganut 3 agama berbeda yakni agama Islam, Kristen Katholik dan agama Budha yang kemudian disebut desa multikulturalime.
Multikulturalime dalam hal ini lantaran sebagian besar penduduknya terdiri beberapa agana yakni agama Islam, Kristen Khatolik dan agama Budha kemudian dari sinilah muncul masyarakat multikulturalme.
Multikulturalme adalah sebuah ideologi atau wahana meningkatkan derajat manusia kemudiian juga dilihat dalam persfektif di kehidupan masyarakat yang majemuk.
Masyarakat majemuk terdiri dari bermacam budaya, seni sampai kepercayaan tetap menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama yang kemungkinan terjadi karena adanya pengaruh kebudayaan asing.
Baca Juga: Daejeon Red Sparks Hadapi Indonesia All Star dalam Laga Persahabatan
Meski mereka berbeda keyakinan agama tetapi menariknya tempat tinggal dan tempat ibadah letaknya saling berdekatan tetap saling menghargai dan menjunjung toleransi tinggi.
Lokasi Tempat Ibadah Saling Berdekatan
Kerukunan antar umat agama di Desa Giyono, Kecamatan Jumo, Temanggung begitu indah dan harmonis terlihat jelas saat pembangunan tempat ibadah.
Pembangunan tempat gereja salah satunya gereja sedang berlangsung penduduk beragama Islam dan Budha ikut bergotong royong membantu membangun geraja.
Begitu sebaliknya, jika warga beragama Budha mendirikan wihara warga beragama Kristen maupun Islam penuh kekeluargaan menolong mereka mempercepat pembangunan wihara sampai selesai.
Baca Juga: Lion Air JT238 dari Pekanbaru Tujuan Batam Akhirnya Berhasil Mendarat dengan Selamat
Tidak hanya pembangunan tempat ibadah saja, penduduk setempat saling gotong royong tetapi juga saat perayaan agama mereka saling menjunjung toleransi.
Toleransi dalam kehidupan beragama tidak mengenal batas waktu, tempat yang dapat dilakukan dimana saja, atau dalam arti bahwa tindakan saling menghargai antar umat beragama.
Tidak peduli agama apapun yang dianut harus saling menghormati, maka dengan cara seperti ini menjunjung sikap toleransi akan meminimalisir terjadinya konflik antar umat beragama
Bentuk Multikulturalisme pada Masyarakat Desa Giyono Temanggung
Hal menarik dari potret kehidupan beragama di Desa Giyono yang berlokasi di wilayah Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung masalah kebebasan beragama kerap kali dipandang sebagai sesuatu yang mengganggu kerukunan.
Baca Juga: Hukum dan Ketentuan Tata Cara Puasa Sunah Syawal atau Puasa Enam
Akan tetapi, pada perkembangannya masyarakat di desa ini menjunjung tinggi kebebasan beragama, sehingga tercipta kerukunan antar warga harmonis.
Sampai sekarang tidak ada terlihat gesekan, pertentangan maupun ketegangan dikalangan masyarakat.
Mereka pada prinsipnya menekankan antara agama satu dengan lainnya tidak bisa dicampurkan dengan seenaknya.
Meski demikian kehidupan sosial bisa berjalan bersama. Kondisi tersebut terjadi karena antar warga mempunyai rasa toleransi, saling menghargai, menghormati satu sama lain sehingga terbentuk desa multikultural harmonis seperti sekarang.
Baca Juga: Menyicil Mahar Nikah, Bagaimana Hukumnya Dalam Islam?
Kerukunan antar warga yang demikian melalui proses lama selama puluhan tahun dan kemampuan penduduk setempat bisa hidup berdampingan dengan warga mempunyai keyakinann berbeda menjadi bentuk realitas sosial.
Warga Desa Giyono memang sejak dahulu selalu mengutamakan dan menjunjung nilai-nilai kerukunan karena diduga kuat kondisi plural dalam agama diyakini telah terjadi semenjak lama.
Pluralisme yang ada di Desa Giyono bukan lagi pemisah kehidupan sehari-hari kemudian dari keadaan ini justru menjadi kekuatan membangun kebersamaan.
Tidak pernah terjadi konflik atau perselisihan yang berarti dikalangan warga setempat berlatarbelakang agama lantaran mereka saling menghormati antar umat beragama.
Baca Juga: Menggendong Anak saat Shalat Apakah Diperbolehkan
Keharmonisan kerukunan beragama terlihat saat perayaan besar agama seperti hari raya Idul Fitri, mereka penganut agama Kristen dan Budha dengan suka ciita berkunjung ke saudara Muslim.
Demikian juga ketika perayaan hari Raya Natal atau Hari Raya Galungan umat Muslim penuh kegembiraan mengunjungi ke rumah penganut agama Kristen maupun Budha.
Berkunjung ke Desa Giyono menyenangkan tidak hanya melihat dari dekat potret kehidupan beragama yang harmonis, tetapi juga bisa menyaksikan indahnya kerukunan warga setempat lewat rangkaian tradisi upacara Merdi Desa Lintas agama.
Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan berasal masa lalu, tetapi hingga kini masih tetap ada dilakukan masyarakat setempat. Tradisi yang dapat diartikan warisan tersisa dari masa lalu belum dilupakan.
Baca Juga: Zakat Mal dan Zakat Fitrah, Begini Perbedaan dan Penjelasannya
Sebuah tradisi di masa lalu juga bisa berbentuk gagasan maupun warisan kemudian sampai sekarang tersebut masih konsisten.
Tetap dilestarikan dan dipertahankan tidak dihancurkan dirusak atau dibuang diwariskan ke masa kini.
Tradisi upacara Merdi Desa Lintas agama berlangsung setiap tahun kemudian dijadikan napak tilas Raden Trenggono Kusumo.
Di samping itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT sudah diberikan air melimpah membuat tanah subur dengan hasil pertanian panen berkah.***