Seperti Apa Berpuasa Umat Terdahulu dan Tahapan Pensyariatan, Begini Penjelasannya

- 17 Maret 2024, 19:04 WIB
Ilustrasi Doa NIat Berbuka Puasa.
Ilustrasi Doa NIat Berbuka Puasa. /Tanjungpinang.Pikiran-Rakyat/Freepik

TANJUNGPINANGTODAY.co - Saudara Penanya yang budiman. Terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Benar sekali bahwa kewajiban puasa tidak hanya diwajibkan kepada umat Rasulullah saw. saja. Umat-umat terdahulu pun sudah diperintahkan berpuasa, sebagaimana bunyi penghujung ayat perintah puasa, “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,” (QS. al-Baqarah [2]: 183).

Baca Juga: Apakah Diperbolehkan Berkumur Ketika Sedang Puasa, Begini Penjelasannya

Menurut para ulama tafsir, puasa mereka seperti yang disunahkan Rasulullah saw. kepada umatnya, seperti puasa Asyura, puasa Ayyamul-Bidh, dan puasa Dawud.

Bahkan, menurut ath-Thabari, “Maksud orang-orang sebelum kita adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka juga diwajibkan berpuasa Ramadhan. Mereka tidak boleh makan dan minum setelah tidur (dari waktu isya hingga waktu isya lagi), juga tidak boleh bergaul suami-istri. Tradisi Nasrani itu juga masih terus dilakukan oleh kaum Muslimin, termasuk oleh Abu Qais ibn Shirmah dan Umar ibn al-Khathab. Maka Allah pun membolehkan mereka makan, minum, bergaul suami-istri, hingga waktu fajar.”

Dengan kata lain, pada awal-awal pensyariatannya, waktu, praktik, dan tata cara puasa umat Islam tidak seperti yang kita lakukan sekarang, yaitu menahan segala yang membatalkan dari terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari.

Baca Juga: MUDIK Gratis Lebaran 2024 Bareng Pelni Naik KM Labobar dari Balikpapan ke Surabaya, Berikut Cara Daftarnya

Benar seperti yang disinggung ath-Thabari, walau makan, minum, dan hubungan suami-istri pada malam hari diperbolehkan, tetapi dengan beberapa catatan, yaitu orang yang akan melakukannya belum tidur dengan niat berpuasa esok harinya dan juga belum shalat isya.

Artinya, jika sudah tidur atau sudah shalat isya di malam hari, ia tidak boleh makan, minum, atau hubungan suami-istri di sisa malam tersebut, hingga menjalani ibadah puasa pada hari berikutnya dan berbuka pada waktu magrib. (Lihat: Tafsir ath-Thabari, Cetakan Muassasatur Risalah, 2000, juz III, halaman 487).

Halaman:

Editor: Maulana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah